Assalamu Alaikum wr.Wb
Tiada kata yang pantas
untuk diucapkan kecuali memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan segala rohmat, taufiq, dan hidayahnya kepada kita
sekalian. Sehingga kita masih dapat menikmati anugrah
terindahnya berupa kesehatan serta oksigen
yang kita hirup tanpa harus membayar sepeserpun.
Solawat serta salam
mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi
besar kita Muhammad SAW
yang telah menunjukkan kita dari jalan yang gelap gulita menuju
jalan yang terang benderang
Bapak-bapak, Ibu-ibu, para
hadirin yang saya hormati.
Tanggal 12 Rabiul Awal
1431 H, bertepatan pada tanggal … seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi
Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban
Islam yang dilakukan secara turun temurun.
Dalam catatan historis,
Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan
keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin
al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar
mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad. Tujuannya
adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari
cengkraman kaum Salibis. Yang kemudian,
menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu.
Secara subtansial,
perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengena akan keteladanan
Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang
sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi
umatnya.
Dalam konteks ini, Maulid
harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas
kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai
profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil
Society) yang merupakan bagian dari demokrasi
seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta
lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas
partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan
sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling
melengkapi.
Pertama, dalam perspektif
teologis-religius, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi
sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang
merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas
membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal.
Kedua, dalam perspektif
sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus
andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif
dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa
tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram.
Tentu, sudah saatnya bagi
kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid
secara lebih mendalam dan
fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya
sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik
keislaman semata, namun menjadikannya sebagai
kelahiran sosok pemimpin.
Karena bukan menjadi
rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang
mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan
nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan
Muhammad untuk seluruh umat manusia.
Kontekstualisasi
peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan
harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan.
Misal, politik, budaya,
ekonomi, maupun agama.
Bapak-bapak, Ibu-ibu, para
hadirin yang saya cintai.
Nabi Muhammad dilahirkan
ke dunia.
Datangnya membawa tugas.
Perginya meninggalkan
bekas.
Datangnya membawa tugas
yang diselesaikan dalam 23 tahun.
Datangnya ke dunia diperintah
untuk memperbaiki budi pekerti (sholihah Akhlak)
supaya ummat ini menjadi
umat yang sopan santun (makarimal akhlak)
Sopan terhadap siapa?
Sopan terhadap Alloh yang
telah menciptakan kita
Sopan terhadap Rosululloh
Sopan terhadap agama yang
kita peluk masing-masing
Sopan terhadap diri
sendiri
Sopan terhadap orangtua
Sopan terhadap masyarakat
Sopan terhadap ibu pertiwi
Sopan terhadap negara.
Sopan terhadap Alloh.
Contohnya bagaimana kita
sebelum makan berdoa dulu bismillahirrohmanirrohim.
Dengan nama Alloh Yang
Maha Pengasih lagi Maha Pemurah adalah bentuk kesopanan
kita kepada Alloh.
Dalam pembukaan UUD 1945
menyebutkan atas berkat Rohmat Alloh Yang Maha
Kuasa merupakan bentuk
kesopanan para pendahulu kita kepada Alloh. Mereka
mengakui bahwa kemerdekaan
bangsa Indonesia ini bukan karena pemberian sekutu,
bukan pemberian Jepang dan
bukan semata-mata karena perjuangan bangsa Indonesia
melawan Belanda. Tapi
adalah karena Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa.
Ada orang yang berpidato
menyebutkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah
karena hasil perjuangan
rakyat Indonesia adalah bentuk ketidak-sopanan kepada Alloh.
Sopan terhadap Rosululloh,
Rosul merupakan pintu
gerbang agung agama. Maka sudah sepantasnya kita sopan
kepada Rosululloh
agama, itu adalah
kebohongan. Itu adalah atas nama hawa nafsu mereka sendiri
Semua agama mengajarkan
kesucian. Karena itu kita harus sopan dalam beragama
Demonstrasi dengan
meneriakkan Allohu Akbar sambil saling memukul,
menghancurkan, itu juga
bentuk ketidak-sopanan kepada agama. Kalimat Allohu Akbar
adalah kalimat pertama
yang dibaca pada waktu sholat, bagaimana bisa digunakan
untuk sesuatu seperti itu.
Kalau tidak setuju dengan sesuatu, maka lakukan dengan
sopan pula. Penggusuran
dengan meneriakkan Allohu Akbar, ini kan pelecehan
terhadap agama.
Ketidaksopanan kepada agama. Mereka tidak menyadari bahwa
dengan berbuat seperti itu
mereka telah berbuat tidak sopan kepada agama.
Sopan kepada diri sendiri
Bagaimana kita diperintah
untuk menutup aurat adalah bentuk kesopanan pada diri
sendiri dan sebaik-baik
pakaian adalah pakaian takwa. Tujuh lapis langit dan tujuh lapis
bumi yang diciptakan Alloh
ini ibarat sepet (kulit sabut kelapa-red.), sedangkan
berliannya adalah manusia,
maka sopanlah kepada diri sendiri.
Sopan kepada orang tua
Jangan sampai kita durhaka
seperti kisah bagaimana seorang dari desa yang berhasil
menyekolahkan anaknya
sampai menjadi sarjana dan orang yang sukses. Tapi ketika
orang tuanya datang tidak
dihormati malah diusir. Ketidak-relaan orang tua
menyebabkan anak itu dan
keluarganya diazab Alloh dengan dihancurkan rumah dan
keluarganya. Padahal
seharusnya si anak bangga dengan orang tuanya yang tinggal di
desa tersebut karena telah
berhasil mendidik anaknya menjadi orang yang sukses
dibandingkan dengan orang
kota yang belum tentu berhasil mendidik anaknya menjadi
orang yang sukses.
Sopan kepada masyarakat
Dalam kehidupan ini kita
tidak bisa keluar dari masyarakat, maka kita harus sopan
kepada masyarakat.
Sopan kepada ibu pertiwi
Hadis Cinta tanah air bagian
dari iman adalah bentuk kesopanan kepada ibu pertiwi.
Pendahulu kita memberikan
lambang negara berbentuk Garuda Pancasila
melambangkan jiwa yang
besar. Namun yang terjadi sekarang jiwa bangsa Indonesia
sedang sakit kronis dengan
semakin berkurangnya rasa Cinta Tanah Air
Di zaman sekarang ini
globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Namun tak
ada satu negara pun yang
mau dilibas oleh negara lain. Satu-satunya cara adalah
dengan menumbuhkan Cinta
Tanah Air. Jepang, Korea tidak sampai terlibas dalam era
globalisasi karena mereka
mempunyai akar yang kuat dengan Cinta Tanah Air.
Sedangkan pada siapa kita
diajar untuk santun?
Kita diajar santun kepada
anak-anak yatim
Kita diajar santun kepada
para fakir miskin
Kita diajar santun kepada
orang-orang yang teraniaya
Kita diajar santun kepada
orang-orang yang terkena bencana.
Semoga uraian ini
bermanfaat. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Assalamu alaikum wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar