Jumat, 27 Februari 2015

PT. Kalbe Farma dan RS Siloam Bertanggung Jawab Atas Meninggalnya 2 Pasien. Letak kesalahan belum dapat dipastikan



PT. Kalbe Farma dan RS Siloam Bertanggung Jawab Atas Meninggalnya 2 Pasien. Letak kesalahan belum dapat dipastikan- (azka asfarinda, 27/02/15) Beberapa hari yang lalu kita telah mengetahui bagaimana pentingnya sebuah keakuratan dalam proses pembuatan, pelabelan dan pemerian yang mana bila terjadi kesalahan akan menyebabkan pasien meninggal dunia. Hal tersebut adalah contoh kasus Buvanest Spinal yang kemungkinan ada salah pemberian etiket ataupun salah pemerian obat sehingga yang di suntikan pada pasien bukan merupakan Buvanest Spinal.
Berdasarkan informasi yang diliput oleh Merdeka.com, dua orang pasien RS Siloam Karawaci meninggal dunia setelah mendapat injeksi obat bius yang salah. Dua pasien itu diinjeksi Buvanest Spinal 0,5 persen produksi Kalbe Farma, untuk kepentingan tindakan operasi.

Berikut beberapa tanggapan mengenai kasus ini dari pihak pihak terkait:

a.Menurut Manager PT Kalbe Farma Tbk, Hari Nugroho
Menanggapi kejadian tersebut, External Communication Senior Manager PT Kalbe Farma Tbk, Hari Nugroho mengatakan pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Terkait kasus Siloam, sejauh ini Kalbe masih menunggu penelusuran yang dilakukan oleh BPOM, jadi kita belum bisa memberikan langkah-langkah," katanya di kantor Kalbe, Jakarta Pusat, Rabu, (18/2).Hari melanjutkan, pihak Kalbe Farma siap mematuhi seluruh rekomendasi BPOM yang dihasilkan dari proses investigasi tersebut.

"Kalau BPOM ngasih rekomendasi, apapun itu, kami siap patuhi nantinya," tambahnya.
Ia menegaskan, demi menjamin keselamatan pihak konsumen, Kalbe Farma telah menarik peredaran obat Buvanest Spinal.

"Yang jelas, Kalbe telah menarik seluruh peredaran Buvanest Spinal demi keselamatan konsumen serta sebagai tidak preventif," tegasnya.



b. Menurut BPOM RI
Regulatory action yg tlh dilakukan BPOM terhadap kasus injeksi anastesi di Siloam Hospitals Lippo Village Karawaci adalah sbb:
·         Anastesi yg dimaksud adalah injeksi Buvanest Spinal 0,5%heavy 4ml/5 (Bupivakain HCl) produksi Industri Farmasi PT. kalbe Farma, Tbk.
·         14 Feb, BPOM menerima informasi dari Sekjen Kementerian Kesehatan RI ttg kejadian tdk diinginkan serius di RS Siloam Karawaci
·         Untuk lindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat dari potensi risiko yg membahayakan, BPOM lakukan langkah2 sbb:
·         Di hari yg sama, 14 Feb, BPOM bentuk Tim Audit Investigasi yg lakukan audit di tempat kejadian yaitu RS Siloam Karawaci
·         15 dan 16 Feb, BPOM lakukan pemeriksaan ke PT Kalbe Farma terkait pemenuhan Cara Produksi Obat yang Benar (CPOB) thd prod injeksi dimaksud
·         BPOM juga periksa pemenuhan pharmacovigilance (pengawasan pasca pemasaran) ke PT. Kalbe Farma dan jalur distribusinya
·         Jalur distribusi yg dimaksud adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Enseval Putra Megatrading, Tbk.
·         Dalam rangka kehati2a, BPOM telah kirimkan laporan ttg regulatory action BPOM kepada Menteri Kesehatan RI
·         Laporan dimaksud tdk hanya ttg inj Buvanest spinal produksi PT.Kalbe Farma tp juga inj asam traneksamat dari PT. Hexapharm Jaya Laboratories
·         BPOM tlh kirimkan surat peringatan (safety alert letter) agar tdk gunakan inj Buvanest produksi PT.Kalbe Farma hingga selesai investigasi
·         Safety alert letter tsb ditujukan kpd Perhimp RS selrh Ind (PERSI) dan Perhimp Dokter Anestesiologi&Terapi Intensif Ind (Perdatin) cc.Menkes
·         BPOM juga kirimkan safety alert letter ke PERSI dan PB Ikatan Dokter Ind (IDI) cc Menkes RI
·         Isi safety alert letter tsb unt tdk gunakan inj asam traneksamat kemsn dus 10 ampul@5ml no.batch 629668 & 630025 hingga investigasi selesai
·         Injeksi asam traneksamat dimaksud adalah dari PT.Hexpharm Jaya Laboratories yang diproduksi PT.Kalbe Farma
·         BPOM jg kirimkan safety alert letter kpd Pimp/Apoteker Pennggjwb PT.Kalbe Farma unt menarik inj Buvanest spinal 0,5%heavy4ml/5 seluruh batch
·         BPOM jg kirimkan safety alert letter ke Pimp/Apt P.jwb PT. Hexpharm unt tarik inj as traneksamat kemsn dus10ampul@5ml no batch 629668&630025
·         BPOM instruksikan Balai Besar/Balai POM selrh Ind tuk lakukan verifikasi & monitoring pelaks & penarikan kedua injeksi tsb
·         Injeksi dimaksud adl inj Buvanest spinal 0,5%heavy 4ml/5 seluruh batch prod PT.Kalbe Farma dan inj.asam traneksamat no batch 629668 & 639925
·         17 Feb, BPOM menetapkan regulatory action sbb:
·         Keputusan PEMBEKUAN izin edar Injeksi Buvanest Spinal 0,5% heavy 4 ml/5 (Bupivakain HCl) produksi PT. Kalbe Farma,Tbk
·         Surat Perintah PENGHENTIAN SEMENTARA kegiatan fasilitas produksi larutan injeksi volume kecil non betalaktam industri farmasi PT.Kalbe Farma
·         Surat Perintah PENARIKAN injeksi asam traneksamat kemasan dus 10 ampul @ 5 ml no batch 629668 dan 630025
·         BPOM terus memonitor pelaksanaan regulatory action yang telah ditetapkan
·         Bila diperlukan, BPOM dapat lakukan tindakan regulatory action lainnya guna lindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat

c. Menurut Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turut melakukan investigasi atas kasus meninggalnya dua pasien Rumah Sakit (RS) Siloam Karawaci, Tangerang. Hasil pemeriksaan sementara, belum ditemukan kesalahan prosedur dari pihak RS Siloam maupun dokter yang menangani pasien.
"Sekarang ini, secara garis besar dari SOP (Standard Operating Procedure) yang ada, kita belum temukan kelalaian kepada kedua pasien," ujar Dirjen BUK Kemenkes Akmal Taher dalam siaran pers, Jumat (20/2).
Pengecekan dilakukan mulai dari izin rumah sakit, dokter spesialis anestesi, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, serta dokter urologi. Menurut Akmal, RS Siloam memiliki SOP untuk menangani setiap pasien dan tidak ada yang dilanggar. Termasuk SOP terhadap penyimpanan obat di RS Siloam.

"Sampai saat ini kita belum menemukan pelanggaran SOP. Misalnya, untuk penyimpanan obat pada suhu tertentu kita sudah periksa ternyata betul. Pemberian dosis obat kepada pasien juga diketahui telah sesuai prosedur," katanya.
Hasil pemeriksaan sementara, Buvanest Spinal yang diberikan ternyata bukan berisi Bupivacaine yang merupakan obat bius, akan tetapi berisi asam traneksamat golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi pendarahan. Pihak RS Siloam mengaku sudah melakukan tindakan operasi sesuai prosedur.
Sementara itu, Perusahaan farmasi Kalbe Farma memberikan penjelasan terkait penarikan produk obatnya terkait kasus meninggalnya 2 pasien Rs Siloam pekan lalu.
"Perseroan melakukan hal ini sebagai prosedur pengendalian mutu dan tanggung jawab preventif agar konsumen terlindungi secara maksimal," Ujar Vidjongtius, Corporate Secretary PT Kalbe Farma Tbk.

Dalam laporannya tersebut Kalbe menyebut 2 produk yang ditarik yakni seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml dengan nomor batch629668 dan 630025.
"Bukan hanya obat anestesi Buvanest Spinal yang ditarik, melainkan juga produk injeksi Asam Tranexamat Generik," terang Vidjongtius.
Kalbe juga menyampaikan, pihaknya telah memulai penelaahan lebih lanjut yang hingga kini masih berlangsung, berkoordinasi dengan instansi pemerintahan terkait. Langkah ini sebagai komitmen untuk bertanggung jawab atas segala produk dan layanannya

d. Menurut Anggota Komisi IX DPR RI
Anggota Komisi IX DPR RI mendatangi RS Siloam Karawaci, Kabupaten Tangerang, terkait tewasnya dua ki9pasien akibat tertukarnya obat buvanest spinal. Seluruhnya ada enam anggota DPR yang datang diketuai oleh Irma Suryani. Selain itu hadir juga Irgan Chairul Mahfidz dan Ali Taher. Pihaknya juga memintai keterangan RS Siloam yang berlangsung sekitar satu jam.
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengatakan, dalam sidak tersebut ditemukan adanya kemasan obat yang tidak sama dengan isinya. Kemasan obat buatan PT Kalbe Farma yang bertuliskan bupivacaine atau untuk pembiusan, tapi isinya asam traneksamat yang bekerja untuk membekukan darah.
"Memang ada kesalahan di ampul (kemasan). Ampulnya tertulis obat anastesi 4 mili liter. Tapi isinya bukan itu, dan volumenya 5 mili liter," kata Irma, Jumat (20/2).
Namun dari sisi prosedur operasi terhadap korban, menurut Irma sudah sesuai. Sebelumnya, RS Siloam juga memberikan label kembali kepada obat tersebut untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan.

"Siloam menambahkan stiker juga di obat tersebut, supaya tidak tertukar. Sebenarnya, dari sisi pengawasan sudah bagus. Hanya saja Siloam kemungkinan tidak tahu kalau isi obat itu benar sama dengan bungkusnya," papar ya.
Ditanya ada indikasi kesalahan dari pihak RS Siloam, Irma mengaku belum bisa memutuskan. Pihaknya juga masih mendalami dengan memeriksa PT Kalbe Farma.
"Kita juga tidak mau mendahului investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan BPOM. Tapi kami melakukan fungsi pengawasan kami dengan maksimal. Mudah-mudahan nanti bisa diketahui jelas masalahnya, dan bukan karena mal praktik," ujarnya.
Sementara Irgan Chairul Mahfiz menambahkan, dalam prosedur operasi, dokter menyuntikan obat tersebut satu kali sebanyak 3 mili liter kepada pasien. Jika di kemasan tertulis 4 mili, seharusnya masih sisa 1 mili.

"Namun ternyata pasca operasi korban meninggal. setelah dicek ternyata isi obat berbeda. Ini yang jadi persoalan," katanya.

e. Menurut Keluarga Korban
Keluarga Rilda Amanda (33) pasien yang meninggal pasca operasi caesar di RS Siloam telah mengikhlaskan peristiwa tersebut. Sang suami, Ary Avianto (32), mengaku sudah mengikhlaskan kepergian sang pendamping hidupnya.
"Kita sudah ikhlas. Pihak RS Siloam dan Kalbe juga sudah berniat baik, jadi kita selesaikan ini baik-baik saja," jelas Ary Avianto, di rumahnya di Perumahan Cipondoh Makmur, Jalan Damai 5, Blok D8/32, RT 6/5, Kelurahan Cipondoh Makmur, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Rabu (18/2).
Menurut Ary, pihak RS siloam telah bersedia bertanggung jawab dengan menanggung biaya pendidikan anak pertamanya, pasca dilahirkan korban, pada Kamis (12/2) lalu.
"Yang penting Siloam sudah memperhatikan si kecil. Mereka mau menanggung biaya pendidikan hingga S1," katanya.
Ketika ditanya terkait kronologis peristiwa tersebut, Ary mengaku enggan menjelaskan. "Tidak usah diungkit lagi ya. Kadang saya ke inget lagi, jadi sedih. Kasihan juga almarhum, biar dia tenang," paparnya.

Melalui para tetangganya, pihak keluarga Rielda mengatakan, keluarga sudah ikhlas atas apa yang terjadi terhadap anaknya ketika operasi Caesar kemudian meninggal. Suaminya Ary Avianto pun juga sudah merelakannya.

"Keluarga bilang sudah ikhlas, mereka memang paham ini penyebab meninggal karena salah obat. Tetapi mereka tabah. Dan kini bayinya dalam penanganan keluarga, di rawat lah sama keluarga," ujar salah seorang tetangga Reilda bernama Ita.
Dia mengatakan, Rielda Amanda dimakam-kan di tempat pemakaman umum (TPU) Cipondoh pada Jumat (13/2) lalu.
"Sudah dimakankam di TPU Cipondoh, Jumat kemarin," tambahnya.
f. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani
Kasus meninggalnya dua pasien karena salah obat bius juga menjadi perhatian Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani. Dia mengaku sudah mengomunikasikan masalah itu dengan Menteri Kesehatan Nila Moeloek.
Puan meminta Nila segera menarik obat Buvanest Spinal 0,5 persen yang salah isi karena terlanjur tersalurkan ke rumah sakit.
"Memang itu sudah koordinasi dengan Badan POM dan Kementerian Kesehatan, untuk ditindaklanjuti adanya kedua obat tersebut dan sudah ditarik dari pasaran untuk disetop peredarannya," kata Puan usai menghadiri Rapat Paripurna, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (18/2).
Tidak hanya itu, pemerintah juga sudah mengingatkan kepada perusahaan penyedia obat-obatan untuk mewaspadai adanya pasokan obat-obatan ilegal yang bisa merugikan masyarakat.
"Kita juga sudan mengingatkan kepada perusahaan yang mengedarkan, untuk mensetop obat palsu atau yang salah dalam pelabelan penempatan obat tersebut di seluruh rumah sakit se-Indonesia," paparnya.

Sementara itu, terkait sanksi hukum yang akan dilayangkan kepada pihak Rumah Sakit Siloam, Puan mengaku masih melakukan penyelidikan secara menyeluruh.
"Sampai saat ini kami tetap mencermati langkah apa yang menyeluruh apa yang terjadi di sebenarnya di rumah sakit tersebut," tandasnya.

g. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama,
Tak mau warganya ada yang menjadi korban, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, sudah memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan untuk mengecek ke seluruh rumah sakit Jakarta. Dia tak mau ada obat anastesi Buvanest Spinal itu masih beredar luas.

Ahok tak mau berkomentar lebih jauh siapa yang salah soal kasus ini. Dia hanya menegaskan, jangan sampai ada lagi rumah sakit yang tak teliti.

"Kayaknya udah ditarik ya, dinas sudah tahu," tambahnya.

PT. Kalbe Farma dan RS siloam merupakan dua instansi ternama yang sudah tidak diragukan lagi Standar Operasionalnya. Wajar jika berita ini buming bahkan sampai menurunnya saham Kalbe secara drastis.  Tapi yang namanya musibah bisa menimpa siapa saja. Walaupun dugaan sementara kesalahan ada dipihak PT. Kalbe tapi belum bisa ada yang memastikan.
Kemungkinan  kesalahan pertama ada dibagian labeling karna label Buvanest Spinal  sama  dengan label asam traneksamat hanya berbeda pada bagian nama obatnya mungkin saja ada kesalahan dalam membedakan label Buvanest Spinal dengan asam traneksamat sehingga tertukar. Oleh karena itu kalbe tidak hanya menarik peredaran obat buvanest spinal, asam traneksamat juga ikut ditarik dari peredaran.
Kemungkinan kesalahan kedua adalah kesalahan pemerian obat. Buvanest Spinal Merupakan obat anastesi dan Asam Traksenamat merupakan obat untuk mengatasi pendarahan. Kedua obat ini terdapat diruang operasi jadi ada kemungkinan lain bahwa dokter atau perawat salah memberikan atau mengambil obat dikarnakan buvanest spinal dan asam traksenamat memiliki label yang mirip.
Kemungkinan ketiga ada sangkut pautnya dengan demo kenaikan gaji karyawan PT Kalbe farma pada kamis (19/9/2013). Mungkin saja ada pihak ketiga yang ingin menjatuhkan citra Kalbe Farma entah dengan bagimana caranya.
Memang terdapat beberapa keganjalan pada kasus ini. Sebagai produsen obat ternama, dalam satu hari bisa memproduksi ratusan bahkan ribuan obat yang dibuat secara bersamaan dan disebarkan keseluruh rumah sakit di indonesia tapi mengapa hanya terjadi pada RS siloam saja. Dan masih banyak keganjalan keganjalan lain.
Semoga kasus ini bisa menjadi contoh bagi kita semua sejawat kefarmasian agar lebih berhati hati serta meningkatkan keakuratan setiap proses yang berhubungan langsung dengan tahapan tahapan dalam produksi obat di industri farmasi. Kesalahan ini belum dipastikan hanya merupakan kesalahan dari PT. Kalbe Farma saja, namun ini juga merupakan pembelajaran bagi seluruh Apoteker dan Investor di industri farmasi di seluruh Indonesia.








Selasa, 24 Februari 2015

Surat dari apoteker untuk Presiden-2006


To: Presiden Republik Indonesia, Bapak DR H Susilo Bambang YudhoyonoPETISI APOTEKER INDONESIA
Surat Terbuka Untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Tentang Pergantian Kepala Badan POM RI (2006)
Jakarta, 20 Mei 2006.
Kepada Yth :
Bpk DR H Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Republik Indonesia
di
Istana Negara

Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr Wb
Bagaimana kabarnya, Pak Presiden? Mudah–mudahan Bapak sehat wal’afiat, sama halnya dengan saya dan selalu mendapat perlindungan, petunjuk dan rahmat dari ALLAH SWT dalam menjalankan tugas sehari-hari yang sangat berat, amien.

Oh iya, hari ini kita sama-sama memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Mari kita tinggalkan budaya MERUSAK dan mulai budaya MEMBANGUN… SETUJU Pak, Bersama kita bisa!

Surat ini saya sampaikan sehubungan dengan pergantian Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia (RI) yang lalu. Badan POM RI sebagai bagian dari Pemerintah adalah lembaga yang memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dengan tugas di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jelas bahwa keberadaan Badan POM RI masih sangat dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.

Obat dimaksud dalam kalimat di atas adalah salah satu contoh dari sediaan farmasi. Undang Undang No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik (Pasal 1, Ayat 9).

Pada Pasal 1 Ayat 13 jelas disebutkan mengenai pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Bapak Presiden Yth,

Jelas sekali dalam Undang Undang No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan adanya PENGAKUAN SECARA LEGAL / SYAH bahwa APOTEKER adalah Tenaga Kesehatan yang memiliki KEAHLIAN & KEWENANGAN dalam seluruh proses kefarmasian. Bapak Presiden yang saya cintai, itu artinya tenaga kesehatan kefarmasian (APOTEKR) diakui KOMPETENSINYA oleh Bangsa ini dan Bapak adalah Presiden Bangsa Indonesia.

Pada Pasal 39 disebutkan bahwa Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.

Dalam bagian penjelasan disebutkan bahwa Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan sejak mulai produksi, peredaran, sampai penggunaan, agar tidak membahayakan masyarakat.

Jelas disini bahwa pengamanan sediaan farmasi dilakukan sejak mulai produksi hingga penggunaan. Maksudnya sampai digunakan oleh masyarakat.

Yang saya hormati Pak SBY,
Sekedar ilustrasi, untuk dapat membuat / memproduksi obat setiap industri farmasi di Indonesia harus memenuhi Sistem Manajemen Mutu / Standard yang sifatnya wajib adalah Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dengan diberikannya sertifikat CPOB oleh Badan POM RI kepada industri farmasi sebagai bukti. Beberapa malah sudah menerapkan ISO 9000, ASME dan lainnya, tetapi itu hanya sebagian kecil. Sertifikat CPOB diberikan untuk setiap bentuk sediaan yang akan diproduksi, misalnya tablet, sirup, krim, aerosol, emulsi, gel, implan, infus, inhalasi, injeksi, salap, salap mata, pasta, suppositoria, suspensi dan vaksin.

Produk-produk ini harus memenuhi ketentuan yang ada di Farmakope Indonesia edisi IV atau buku standard lainnya (Pasal 40, Ayat 1). Di buku Farmakope Indonesia, Bapak bisa menemukan monografi obat dan juga bentuk sediaannya dengan keterangan lengkap mulai dari nama latin, rumus kimia, rumus bangun, cara identifikasi, cara penetapan kadar, sifat fisika, sifat kimia dan lain-lain. Di buku ini juga Bapak bisa menemukan persyaratan umum untuk uji dan penetapan kadar, peralatan untuk uji dan penetapan kadar, uji secara mikrobiologi, uji secara biologi, uji dan Penetapan Kadar secara Kimia dan lain lain.

Pak Presiden ini berarti, setiap industri farmasi akan memiliki sertifikat CPOB didasarkan pada bentuk sediaan yang mereka produksi. Industri farmasi bisa memiliki lebih dari satu sertifikat CPOB. Pemberian sertifikat CPOB didasarkan pada keputusan ahli pada saat dilakukan peninjauan dan evaluasi (penilaian) terhadap industri farmasi dan dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan mengingat keahlian dan kemampuannya akan ilmu pengetahuan dan sumpahnya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Bapak Presiden Yth,
Saya kutipkan juga pasal-pasal lainnya dalam Undang Undang No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan antara lain;

Pasal 40

Ayat 1, Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.

Ayat 2, Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standard dan atau persyaratan yang ditentukan.

Pasal 41

Ayat 1, Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Dalam penjelasan disebutkan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan pendaftaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, obat dan seterusnya

Ayat 2, Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
Dalam penjelasan disebutkan bahwa Penandaan dan informasi dimaksudkan agar masyarakat dapat dilindungi dari informasi yang tidak objektif, tidak lengkap, dan atau menyesatkan karena dapat mengakibatkan penggunaan yang salah, tidak tepat, atau tidak rasional. Pengertian informasi termasuk periklanan.

Ayat 3, Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penjelasan disebutkan bahwa pemberian kewenangan pada pemerintah dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan. Pemerintah dapat memerintahkan kepada produsen dan atau distributor untuk menarik dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan.

Pasal 42
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan farmasi yang beredar.
Semua pasal yang saya sampaikan di atas menyinggung syarat standard yang harus dipenuhi pada setiap sediaan farmasi. Untuk bisa menentukan sesuai atau tidak dengan standard yang ada diperlukan tenaga yang memiliki keahlian dan menguasai ilmu serta disertai kewenangan yang melekat pada dirinya yaitu APOTEKER. Jelas sudah, bahwa seluruh hal yang berkaitan dengan sediaan farmasi adalah merupakan wewenang tenaga kesehatan dalam hal ini APOTEKER.

Dengan gamblang di sebutkan dalam Pasal 63 bahwa Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan 
untuk itu.

Bapak Presiden yang sangat saya hormati,
Dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (PP No 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 1 Ayat 1).

Sebagai informasi tambahan salah satu upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan adalah PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN (Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 11, Ayat 1, Huruf j).

Hal itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.

Dari penjelasan saya di atas dan setelah mengetahui adanya pergantian Kepala Badan POM RI. Koq sepertinya ada yang kurang pas. Koq ya tidak PANTAS / PATUT Badan POM RI dipimpin oleh orang yang tidak memiliki kewenangan / otoritas di bidang kefarmasian. Untuk memimpin Badan POM RI tidak hanya diperlukan kemampuan manajerial semata, tetapi juga dituntut menguasai keilmuan dan keahlian mengenai kefarmasian. Misalnya, harus memahami keseragaman bobot atau zat berkhasiat yang selalu tidak akan pernah seragam untuk setiap tablet yang boleh beredar di Indonesia. Bagaimana menjelaskan ini kepada masyarakat, Pak?

Itu jugalah yang mungkin menjadi pertimbangan Bapak menunjuk Jenderal Polisi Sutanto menjadi Kepala Polisi Republik Indonesia dan bukan menjadi salah satu Kepala Staf Angkatan di TNI baik Darat, Laut atau Udara misalnya. Karena Jenderal Sutanto tidak memiliki wewenang atau otoritas akan keahlian dan pengetahuan (kompetensi yang harus dimiliki) ketiga angkatan tersebut meskipun kemampuan teknis dan manajerialnya tidak diragukan. Begitu juga dengan penunjukkan Hakim Agung dan atau Jaksa Agung. Mungkin agak kurang pas analoginya.

Atas dasar apa Bapak mengangkat / menunjuk orang yang tidak memiliki kewenangan / otoritas akan kefarmasian menjadi Kepala Badan POM RI? Apakah Bapak memiliki jawaban yang sama dengan jawaban yang saya pikirkan? KOMPETENSI! Kompetensi yang mana, Bapak Presiden? Mohon penjelasannya.

Saya kutipkan Pasal 82 ayat d Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang KESEHATAN disebutkan bahwa “BARANG SIAPA YANG TANPA KEAHLIAN DAN KEWENANGAN DENGAN SENGAJA MELAKUKAN PEKERJAAN KEFARMASIAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 63 AYAT (1) DIPIDANA DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA 5 (LIMA) TAHUN DAN PIDANA DENDA PALING BANYAK Rp. 100.000.000,00 (SERATUS JUTA RUPIAH)”.

Kembali ke masalah kewenangan. Kewenangan tidak serta merta turun dari langit yang diperoleh sejak lahir seperti halnya kewenangan yang melekat pada Mbah Maridjan untuk menjaga Gunung Merapi, yang saya yakini bahwa Mbah Maridjan juga pasti melewati proses “belajar–mengajar” sampai memiliki keyakinan bahwa Merapi tidak akan merugikan tempat tinggalnya. Beliaulah yang di”ikuti” oleh penduduk kapan harus mengungsi atau berdiam diri karena penduduk mengakui dan menyakini akan “kewenangan” yang melekat pada Mbah Maridjan.

Kewenangan yang ada dalam diri APOTEKER adalah sebagai dampak dari dikuasainya keahlian dibidang kefarmasian sejak dari proses di bangku kuliah / pendidikan tinggi farmasi ditambah pengalaman keprofesian. Sebelum bekerja melaksanakan keahliannya, seorang APOTEKER harus disumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa, yang nyata disebutkan bahwa APOTEKER; (tidak saya cantumkan semua)

· akan membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan;
· tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasiannya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan
· akan menjalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
· dan dalam menunaikan kewajibannya, APOTEKER akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial.

Sementara kewenangan sebagai APOTEKER, saya sebagai pribadi, karena kebetulan saya adalah APOTEKER, maka saya mampu menetapkan segala sesuatunya atas dasar pengetahuan dan keahlian yang saya miliki. Kewenangan ini hanya saya sajalah yang memiliki sebagai pribadi setelah disumpah dan tidak ada pihak manapun yang mengikat saya dalam bentuk hubungan apapun. Saya juga dapat menjadi saksi ahli dan satu-satunya saksi ahli mengenai kefarmasian di muka pengadilan. Seluruh pendapat yang saya kemukakan adalah shahih bagi majelis hakim untuk mengambil keputusan hingga di kemudian hari ternyata salah setelah ada pembuktian.

Sekalipun Bapak adalah Presiden, sangat musykil Bapak bisa menggantikan saya sebagai APOTEKER.

Pak SBY, yang saya hormati,
Pendidikan APOTEKER di Indonesia memang sedikit “aneh”. APOTEKER sebagai tenaga kesehatan selama pendidikannya sejak strata 1 hingga profesi tidak termasuk ke dalam bidang ilmu kesehatan tetapi ilmu pengetahuan alam. Sepertinya memang harus dilakukan perombakan besar-besaran untuk dunia pendidikan kita khususnya pendidikan tinggi farmasi. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan merubah nasib kita, setuju kan, Pak?. BERSAMA KITA BISA!! SBY-AS

Tidak percaya dengan keanehan APOTEKER, lihat saja organisasi profesinya IKATAN SARJANA FARMASI INDONESIA atau biasa disingkat ISFI, anggotanya sebagian besar adalah APOTEKER sementara untuk sebutan Sarjana Farmasi baru akhir-akhir ini saja diperkenalkan. Organisasi yang ANEH!
Bapak Presiden,

Meskipun demikian, jelas sudah bahwa untuk memimpin Badan POM RI diperlukan keahlian dan pengetahuan mengenai kefarmasian. Assosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia dalam hal ini komisi pendidikan, dalam salah satu rapatnya di Bandung 15 September 2001, telah berhasil menetapkan sejumlah kompetensi APOTEKER di 4 bidang, salah satunya di bidang Pengawasan dan Pengaturan / Pemerintahan, yaitu;

PENGAWASAN & PENGATURAN / PEMERINTAHAN
FUNGSI / TUGAS KOMPETENSI PENGETAHUAN / KEMAMPUAN AKADEMIK

1. Penyusunan kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan Mampu melakukan koordinasi dan berkontribusi dalam penyusunan kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan, seperti dalam hal pemilihan, pengadaan dan distribusi obat untuk kebutuhan nasional Peraturan perundang undangan (termasuk hukum hukum Internasional dan tata cara / prosedur untuk menerbitkan suatu peraturan).Ilmu-ilmu kefarmasian seperti : Farmakologi, Toksikologi, Stabilitas Obat, Teknologi Farmasi, Biofarmasi, Farmakokinetik, Bioteknologi, dll)ManajemenBahasa InggrisStatistikFarmako-ep
idemiologi

2. Pengelolaan obat se-cara nasional (pemilih-an Obat Esensial Nasio-nal, persyaratan obat, distribusi, dll.) Mampu mengelola obat secara nasional (Pemilihan Obat Essensial Nasional. Persyaratan obat, distribusi, dll., termasuk pengumpulan data untuk kebutuhan nasional maupun internasional)

3. Administrasi Mampu melaksanakan fungsi administrasi obat seperti prosedur untuk pelaksanaan tender, dll

4. Kebijakan pendidikan Mampu berkontribusi dalam penetapan berbagai kebijakan nasional dalam hal pendidkan dalam bidang farmasi (kurikulum farmasi, kerja praktek, pendidikan berkelanjutan, dll)

5. Pengawasan dan Penga-turan Mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan obat dan perbekalan kesehatan lainnya secara nasional seperti pengawasan pembuatan / produksi, import, distribusi dan penjualan.

6.Kewenangan pendaftaran perizinan profesi Mampu melaksanakan fungsi untuk pendaftaran / perizinan profesi (izin kerja APOTEKER, Izin apotek, dll)

7. Badan resmi untuk hu-bungan internasional Mampu melaksanakan fungsi sebagai badan resmi untuk hubungan internasional, seperti dengan WHO, dll.

8. Pengemasan produk Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang sesuai. Pengetahuan tentang Formulasi / Teknologi FarmasiPengetahuan tentang bahan pengemasPengetahuan tentang peralatan pengemasan

9. Menetapkan kondisipenyimpanan produk dan waktu kadaluarsa produk Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat derta waktu kadaluarsa produk Stabilitas Obat /Farmasi FisikaPengetahuan tentang sifat bahan / produk

10. Partispasi dalam uji klinik Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru. Berbagai ilmu kefarmasian seperti : Farmakologi,Toksikologi, Farmakokinetik,dan Metodologi Penelitian.

11. Inspeksi diri Mampu melaksanakan pemeriksaan / pengujian yang sesuai untuk keperluan perbaikan mutu produk dan proses yang sudah ada. Farmasi Analisis (analisis kimia, fisika, fisiko-kimia, mikrobiologi, biologi),Teknologi Farmasi,Farmasi Fisika,Biofarmasi.

12. Pendaftaran Obat Jadi Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran obat jadi. Ilmu – ilmu kefarmasian, seperti : Farmakologi, Toksikologi, Teknologi Farmasi, Farmasi Fisika, Biofarmasi, FarmakokinetikIlmu Komunikasi

13. Validasi Mampu berpartispasi dalam pelaksanaan validasi proses. Berbagai pengetahuankefarmasian, Pengetahuan tentang validasiStatistik

14. Partisipasi / kontribusi dalam menghasilkan dan diseminasi pengeta huan baru Mampu berpartispasi / berkontribusi dalam menghasilkan dan mendiseminasikan pengetahuan baru. Berbagai pengetahuankefarmasian,Metodologi penelitian

15. Promosi dan penyam paian informasi obat ke pada tenaga profesional kesehatan lain (dokter, farmasis, dll.) Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga profesional kesehatan lain. Berbagai pengetahuan kefarmasian, terutama : Farmakologi, Toksikologi, TeknologiFarmasi, Biofarmasi, Farmakokinetik, IlmuKomunkasiPsikologi
Demikian kesimpulan yang dibuat APTFI, begitu banyak tugas dan fungsi, kompetensi dan pengetahuan yang harus dikuasai oleh APOTEKER di pemerintahan, salah satunya di BADAN POM RI.

Bapak Presiden Yth,
Saya berharap dan berdoa untuk Bapak, semoga tidak pernah mengalami apa yang pernah dialami Ibu Megawati mengenai obat.. Katanya, Ibu Mega pernah memperoleh obat palsu lho.. Obat itu memang racun dan pahit.. tapi bermanfaat untuk pengobatan, jika tepat dosis, tepat pasien, tepat indikasi dan tepat yang lain-lainya..

Jangankan obat, nasi saja bisa membahayakan kalau kita terlalu banyak mengkonsumsinya.. Ini yang saya dapat saat di tingkat awal kuliah farmasi..
Apakah di Istana memerlukan APOTEKER, Pak? Saya sangat bersedia membantu untuk memastikan bahwa tidak ada obat palsu… Bapak bisa bayangkan bahwa tidak kurang 220 juta penduduk Indonesia tidak terjamin akan khasiat, keamanan dan mutu dari obat dan alat kesehatan yang dikonsumsinya. Ibu Mega saja pernah menelan obat palsu, bagaimana dengan masyarakat??? Senangnya jadi obat palsu bisa mampir ke Istana Presiden..

Yang Mulia Bapak Presiden,
Disadari bahwa masih banyak kekurangan dalam kinerja Badan POM RI saat ini dan dimasa lalu bukan berati dengan pergantian ini akan menjadi beres. Saya agak khawatir jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, “tunggulah kehancurannya”, begitu Sabda Baginda Nabi. Bapak Presiden Yth, perlu disiapkan cetak biru sistem kefarmasian di Indonesia untuk masa datang, terutama sekali memang dalam bidang birokrasi karena birokrasi inilah yang sangat berperan dalam setting pembangunan kesehatan (kefarmasian).

Masih ingat Tsunami di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), Pak? Sesaat setelah Bapak menyatakan Indonesia membuka diri untuk menerima bantuan dari pihak luar untuk NAD, ribuan ton bantuan obat-obatan masuk ke Indonesia. Kedengarannya BAGUS ya Pak, dibantu obat. Ternyata tidak semua obat yang dikirim itu bermanfaat bagi kita karena yang dikirim sebagai bantuan ternyata ada yang sudah rusak, melewati waktu kadaluarsa, berbahasa asing, dosis yang tidak sesuai, tidak sesuai dengan jenis penyakit yang ada. Mereka kirim SAMPAH, Pak.

Dan itu menyisakan masalah sekarang, sekian ribu ton obat-obatan bantuan harus dimusnahkan dan biaya yang digunakan untuk memusnahkan ternyata jauh lebih besar dari nilai bantuannya.

Apa yang saya ceritakan di atas adalah merupakan satu bagian yang harus dilakukan oleh APOTEKER karena APOTEKER-lah yang mengerti dan memahami sekaligus memastikan bahwa obat ini baik atau rusak dan lain sebagainya. Maksud saya, jika ada bencana; gunung meletus, gempa bumi, banjir, longsor atau Tsunami, sebelum Bapak membuka diri untuk menerima bantuan, Bapak bisa tanyakan kepada APOTEKER, obat apa yang tersedia, apakah cukup atau tidak, untuk masing-masing jenis bencana yang terjadi.

APOTEKER tidak hanya bertanggung jawab atas obat sebagai suatu produk tetapi juga bertanggung jawab atas khasiat obat hingga diperoleh efek optimal.
Pak SBY yang saya sayangi,

Indonesia sebagai bagian dari dunia tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dunia, persaingan global, kemajuan teknologi informasi dan lain sebagainya yang tidak bisa dibendung. 10 atau 15 tahun lalu, saya pribadi tidak membayangkan kalau untuk memperbaiki disfungsi ereksi kita tidak perlu ke dokter ahli untuk mendapatkan obatnya (saya tidak mengatakan ini adalah hal yang benar). Internet menyediakan segalanya, Pak. Mau yang Amerika punya atau Australia punya, ada semuanya. Begitu banyak website-website yang menawarkan obat disfungsi ereksi, hanya butuh 4-5 kali klik / tekan tombol di internet, transfer uangnya, kita sudah dapat memperolehnya, mau dikirim ke rumah atau kantor. Tidak percaya, silahkan coba, saya jamin akan dikirim.

Era perdagangan bebas dan contoh kasus seperti yang saya paparkan di atas menuntut Badan POM RI untuk mampu mengikuti tuntutan dunia luar. Bagaimana nasib industri farmasi kecil dan menengah dengan akan diberlakukannya harmonisasi ASEAN dan atau current GMP (Good Manufacturing Practice) di bidang farmasi? Malaysia dan Singapura sudah lebih dulu maju, dan Filipinna mungkin tahun ini. Indonesia tidak beda jauh dengan Vietnam atau Kamboja mungkin???? Badan POM RI sendiri juga harus mampu menerapakan Good Drug Regulatory Practice (GDRP).

Bapak Susilo Yth,
Untuk itu saya mohon dipertimbangkan kembali keputusan Bapak mengangkat Kepala Badan POM RI yang bukan APOTEKER. Masih banyak APOTEKER yang juga adalah putera puteri terbaik INDONESIA yang tidak sekedar menguasai pengetahuan dan keahlian kefarmasian tetapi memiliki Misi & Visi yang CEMERLANG, BERSIH, JUJUR untuk menjadi Kepala Badan POM RI. Di Hari Kebangkitan Nasional ini, Mari Kita Bangun Bangsa Ini.. dengan meletakkan segala sesuatu sesuai dengan proporsinya..

Apa yang Bapak lakukan, dengan menunju Kepala Badan POM RI yang tidak paham ilmu kefarmasian, menurut hemat saya tidak tepat. “Obat” yang Bapak berikan untuk mengatasi “penyakit” yang ada tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, tidak tepat cara pakai dan lain sebagainya.

Untuk dapat memberikan “obat” harus dilihat umur, ras, tinggi badan, berat badan, riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis kelamin pasien; untuk anak, orang tua dan wanita harus lebih waspada, terutama untuk wanita hamil dan menyusui…

Ingat! Obat adalah racun..
Saya secara pribadi mendukung setiap kebijakan yang diambil Pemerintah dalam segala bidang umumnya dan kefarmasian khususnya untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Tetapi juga mohon diingat asas KEPATUTAN orang per orang untuk menjabat suatu jabatan seperti Kepala Badan POM RI yang memiliki peranan yang sangat penting dan strategis.

Indonesia masih memerlukan BADAN POM RI sebagai lembaga yang berwenang dalam pengawasan obat dan makanan. Begitu saja dari saya..

Bapak Presiden Yth,
Maaf saya lupa memperkenalkan diri, katanya tak kenal maka tak cinta dan tak cinta maka tak sayang. Nama saya Bagiyo, Pak. Teman-teman biasa menyapa saya seperti itu dan saya suka disapa seperti itu, biar BAHAGIA, Pak, amien, amien, amien.. Lengkapnya Ahmad Subagiyo, S.Si., Apt. (S.Si., Apt itu gelar akademik saya; Sarjana Sain, APOTEKER bukan Sarjana Sial, Apaan tuh; Bapak bisa tanya Menteri Pendidikan Nasional mengenai sebutan gelar ini). Tuh khan, Pak, satu lagi keanehan APOTEKER, saya juga bukan SARJANA FARMASI tapi SARJANA SAIN..

Demikian surat ini saya sampaikan kepada Bapak. Mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan dan terima kasih banyak atas perhatiannya. Semua ini saya lakukan karena rasa sayang saya kepada Bapak dan juga rakyat.. I Love You, Pak Susilo. May ALLAH SWT bless you and us, amien..
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Pengirim :
Ahmad Subagiyo
Jl. Cipinang Pulo Maja No. 36, RT 15 RW 11,
Cipinang Besar Utara.
Jakarta 13410
Telepon Genggam : 081 381 95 63 95
Email : ahmad@subagiyo.comWebsite : http://www.subagiyo.com/Website :
Petisi Apoteker Indonesia ~ Menolak Keputusan Presiden RI Tentang Penunjukkan Kepala Badan Pom RI
http://www.farmasis.org/petisi/Tembusan:
1. Wakil Presiden RI
2. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
3. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI
4. Menteri Kesehatan RI
5. Kepala Badan POM RI
6. Menteri Pendidikan Nasional
NB :
Saya undang Bapak untuk berkunjung ke rumah Ibu saya, untuk menikmati kopi dan bermain gitar… (saya lihat di surat kabar, Bapak asyik memetik gitar di kamp pengungsian dekat gunung Merapi)
Hanya ini yang bisa saya lakukan, berbeda dengan Bapak yang memiliki kesempatan berbuat baik untuk seluruh rakyat Indonesia. Dan saya meyakini bahwa apa yang saya sampaikan adalah BENAR adanya, jika kemudian hari ternyata pendapat saya salah, saya masih memperoleh PAHALA satu.
Semoga kasus biskuit beracun, obat palsu, lemak babi, Ajinomoto, Formalin dan Rhodamin B tidak terjadi lagi..
Sincerely,